Jember, Menurut Kun Wazis, dosen komunikasi politik Fakultas Dakwah IAIN Jember, mengerucutnya tiga kanidat yang sudah resmi mendaftar di KPUD Jember pada 4-6 September 2020 lalu Jember 2020 memberikan pesan komunikasi politik terbelahnya kekuatan politik dalam Pilkada Jember pada dua kutub besar, yakni modal suara dari partai politik dan dari rakyat.
Pasangan H. Hendy Siswanto dan KH. Muh. Balya Firjaun Barlaman (H. Hendy-Gus Firjaun) bermodalkan 28 kursi dari 5 partai politik yang mengusung dengan akumulasi sekitar 637.308 suara.
Pasangan H. Abdussalam, SE dan Ifan Ariadna Wijaya, S.Kom. (Salam-Ifan) diusung 6 partai politik di DPRD dengan kekuatan 22 kursi atau estimasi 587.644 suara.
Sedangkan dari jalur perseorangan, pasangan Hj. dr. Faida, MMR-Vian Dwi Arya Nugraha Oktavianto (Faida-Vian) memiliki modal suara dukungan sebanyak 146.867 suara. Jika dipetakan dengan modal suara masing-masing, maka akan muncul distribusi massa politik sebagai berikut:
1. H. Hendy Siswanto dan KH. Muh. Balya Firjaun Barlaman (H. Hendy-Gus Firjaun)
Parpol pengusung :
a. Partai Nasdem (8 kursi; 174.165 suara)
b. Partai Gerindra (7 kursi, 200.209 suara)
c. PKS (6 kursi, 103.107 suara)
d. PPP (5 kursi, 91.373 suara)
e. Partai Demokrat (2 kursi, 68.454)
Total : 28 kursi, 637.308 suara
2. H. Abdussalam, SE dan Ifan Ariadna Wijaya, S.Kom. (Salam-Ifan)
Parpol pengusung;
a. PDIP (7 kursi, 172.871)
b. Partai Golkar (2 kursi, 74.499)
c. PAN (2 kursi, 49.608)
d. Partai Berkarya (1 kursi, 31.362)
e. Perindo (2 kursi, 67.126 suara)
f. PKB (8 kursi, 192.178 suara)
Total : 22 kursi, 587.644
3. Hj. dr. Faida, MMR-Vian Dwi Arya Nugraha Oktavianto (Faida-Vian)
a. Surat dukungan 2020: 146.867
Total Suara: 146.867 suara
Jika dikalkulasi dengan modal politiknya, pasangan H. Hendy-Gus Firjaun unggul dibandingkan Salam-Ifan dan Faida-Vian dengan logika politik, suara yang didulang oleh partai politik itu utuh, tidak pecah, dan akan mempertahankan loyalitas suaranya kepada pasangan kandidat. “Secara kuantitatif, dari modal suara, pesan komunikasi politiknya dapat dikatakan H. Hendy-Gus Firjaun unggul jika dilihat dari sisi modal politik saat pertama kali mendaftar. Tetapi, konstestasi politik tidak hanya bermodalkan kekuatan suara banyak, tetapi strategi politik yang dimainkan oleh ketiga pasangan dan mesin politiknya akan menentukan kemenangan akhir pada Pilkada langsung serentak pada 9 Desember 2020 mendatang,” ujar alumnus doktor Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas Padjadjaran (Fikom Unpad) Bandung ini.
Kemampuan H. Hendy-Gus Firjaun sejak September hingga Desember nanti benar-benar diuji dalam merawat soliditas massa pendukung Parpol. Komunikasi politik tim suksesnya juga akan mendapatkan tantangan dalam strategi politik menjaga loyalitas massa. Tarik-menarik akan semakin kuat karena perebutan suara diantara sesama pendukung pasangan. “Sebab, dengan budaya patronase politik yang kuat di Jember, figur politik yang memiliki daya tarik politik akan dimaksimalkan oleh masing pasangan. Saat intensitas tarik menarik itu kuat, massa politik dapat saja berubah persepsi politiknya sehingga dapat merubah pilihan politiknya,” ujar mantan Jurnalis ini.
Berbeda lagi ketika dilihat dari pengalaman partai politik dalam berkonstetasi politik. PDI Perjuangan membuktikan dalam Pilkada langsung tiga kali berturut-turut (2005, 2010, dan 2016) dapat memenangkan pertarungan politik bersama dengan tim sukses dan pendukung parpol lainnya. Pasangan MZA Djalal-Kusen Andalas yang diusung PDI Perjuangan pada Pilkada serentak pertama kali di Jember pada tahun 2005 silam berhasil menang hingga bertahan sampai dua periode. “Demikian juga, pada Pilkada 2016, pasangan dr. Hj. Faida, MMR dengan Drs. KH A. Muqit Arief yang diusung oleh PDI Perjuangan, berhasil memenangkan Pilkada di Jember dengan perolehan suara sebanyak 525.519 pemilih,” ungkap Kaprodi KPI Pascsarjana IAIN Jember ini.
Dengan pengalaman ini, PDI Perjuangan dan tim partai pendukungnya bisa menggerus pasangan H. Hendy-Gus Firjaun. Mengapa? Karena ada basis massa yang cukup besar yang akan diperebutkan dua pasangan ini, yakni massa ormas nahdliyin yang terpolarisasi di partai dengan komunikator politik berlatar belakang NU. “Misalnya, Gus Firjaun yang menjadi pendamping H. Hendy adalah berlatar belakang pesantren dan putra Rais Aam PBNU KH Ahmad Siddiq yang didukung PPP yang massanya banyak Nahdliyin. Sedangkan PKB yang memiliki basis massa Nahdliyin mendukung pasangan Salam-Ifan tentu akan semakin terpolarisasi, bukan mengkristal pada satu pasangan,” katanya.
Lalu, bagaimana dengan pasangan Faida-Vian? Karena petahana, posisi sejak awal sudah “ditakutkan” oleh sejumlah partai di DPRD Jember. Oleh karena itu, 11 partai politik di dewan sepakat untuk mengusulkan satu pasangan untuk melawan petahana jika ingin mendapatkan kemenangan. “Koalisi yang digagas oleh lintas partai politik di dewan sebenarnya wajar karena sebagai wakil rakyat, posisi petahana memiliki kekuatan politik tersendiri, salah satunya jaringan birokrasi dan loyalitas massa yang diakumulasikan dalam persyaratan perseorangan itu,” katanya.
Apalagi, dalam pendaftaran 6 September lalu, Faida-Vian didampingi KH Muqit Arief, pengasuh Pondok pesantren Al Falah Silo Jember yang saat ini masih menjabat wakil bupati Jember, mendampingi Bupati Faida. Jika posisi KH Muqit masih berada di kubu Faida karena kehadirannnya mendampingi Faida dalam pendaftaran di KPUD Jember representasi pilihan politiknya, maka kekuatan KH Muqit juga akan mampu menarik massa politik kepada Faida-Vian. “Ini akan memperkuat asumsi kecemasan partai politik yang sejak awal ingin mengalahkan petahana melalui koalisi bersama partai di dewan,” katanya.
Majunya Faida-Vian dari jalur independen ini memang membentuk wacana publik bahwa kekuatan rakyat tidak sepenuhnya terwakili melalui kursi di DPRD. Lolosnya Faida-Vian dalam persyaratan pendaftaran di KPUD Jember sekaligus meneguhkan bahwa sebagian masyarakat Jember menghendaki perubahan melalui jalur non-parlemen. “Narasi inilah yang dikhawatirkan oleh politisi di DPRD Jember sehingga mereka bersepakat untuk melawan petahan. Apalagi, komunikasi politik antara bupati Faida dengan DPRD Jember berjalan kurang baik, maka kekuatan suara partai dan suara independen akan dipertaruhkan dalam PIlkada nanti,” tegas alumunus FISIP Universitas Jember ini.
Karena merupakan kristalisasi beragam kepentingan politik, maka wajar saja jika ketiga pasangan itu memiliki optimisme dalam memenangkan kompetisi politik Pilkada Jember. Dalam pertarungan politik, sah-sah saja mereka mengklaim kemenangan karena tidak semua strategi politiknya diungkap kepada publik. “Dari sisi kredibilitas kandidat, ketiga paslon memang layak menang, karena modal suaranya memenuhi syarat di KPUD. Selanjutnya, adu cerdik para kandidat ini akan ditimbang dan dipilih berdasarkan pemikiran cerdas rakyat Jember, yang jumlah pemilihnya 1 juta lebih,” tegasnya
Dengan demikian, ketiga pasangan calon berhak mengklaim maupun mengkalkulasi suara rakyat sebagai modal politik untuk memenangkan pilkada. Mengapa demikian? Strategi komunikasi politik ketiga paslon selama masa kampanye dan merawat kekuatan politiknya pada hari H pencoblosan akan ikut menentukan pergeseran pemilih di Jember. “Berdasarkan fenomenologi politik yang kaji sejak kuliah di FISIP Unej tahun 1993 hingga saat ini, dinamika politik Jember sangat cair. Belum tentu, misalnya partai mayoritas di DPRD itu berhasil memenangkan pertarungan politik,” ujar Ketua Prodi Komunikasi dan Penyiaran Islam Pascsarjana IAIN Jember ini.
Menurut pria kelahiran Pacitan ini, penentu kemenangan itu setidaknya dipengaruhi beberapa indikator. Pertama, kredibilitas komunikator politik, dalam hal ini figur kadidat. Ketiga paslon harus diakui memiliki kredibilitas yang cukup baik di mata pendukungnya, baik dukungan rakyat secara langsung maupun di mata partai politik. Kredibilitas ini jika terjaga secara baik hingga pemilihan akan melahirkan loyalitas suara yang susah digerus. Kedua, strategi meraih dukungan politik yang ditampilkan selama merawat pendukungnya. Ketiga paslon ini memiliki basis massa yang kompetitif karena melakukan pendekatan politik secara langsung kepada rakyat dan melalui jembatan partai politik. “Faida-Ivan memiliki strategi jaringan birokrasi dan relawan, Hendy-Gus Firjaun jaringan pengusaha dan pesantren, sedangkan Salam Ifan strategi jaringan pengusaha dan mewakili kalangan milenial,” ungkapnya
Ketiga, saluran komunikasi politik yang digunakan untuk membangun integritas diri paslon terhadap masyarakat Jember. Media massa maupun media sosial masih menjadi sarana efektif untuk memperkuat basis dukungan massa. Pihaknya yakin “peran politik digital” akan berlangsung lebih seru di tengah-tengah Pilkada yang dibayang-bayangi Pandemi Covid-19 di Jember yang masih belum menunjukkan angka menurun. “Tentu tidak hanya media massa maupun media sosial, media komunikasi politik secara interpersonal, yakni bertemunya massa dengan paslon dalam bentuk public relation politik akan menentukan loyalitas dukungan ketiga paslon,” ungkapnya.
Memang jika dikalkulasi dengan suara kekuatan politik parlemen, menyebarnya suara partai politik kepada dua paslon, yakni H. Hendy-Gus Fijaun dan Salam-Ifan akan menguntungkan suara Faida-Ivan karena target partai politik dalam setiap pertarungan politik adalah menang. “Itu juga sangat bergantung bagaimana mesin partai politik itu bekerja. Memang dalam sejumlah kasus pilkada, calon independen memiliki kemungkinan kecil menang, meskipun ada juga yang berhasil. Jika ini ditetapkan, bekerjanya mesin politik partai akan mempengaruhi menang tidaknya suara pasangan independen,” jelasnya.