Oleh: Kacung Virtu*
Kakean sing masak roti dadi bantet; barangkali adagium dalam bahasa "Inggris" tersebut cocok untuk pasangan Faida-Vian. Sebagai calon independen Faida-Vian bisa jadi lebih leluasa dan fokus dalam menyusun visi-kampanyenya tanpa direcoki oleh kepentingan partai-partai politik. Visi-misi kampanyenya tidak perlu dinegosiasikan dan ditransaksikan dengan partai-partai politik. Namun, apakah visi-misi kampanye pasangan Faida-Vian mencerminkan hal yang demikian?
Visi Faida-Vian adalah “Jember Tangguh: Keluar dari Pandemi dan Krisis, Melanjutkan Perubahan”. Guna memahami penyataan visi tersebut kita akan membagikannya dalam tiga parafrase: “Jember Tangguh”, “Keluar dari Pandemi dan Krisis”, dan “Melanjutkan Perubahan.”
“Jember Tangguh” secara tersirat merepresentasikan suatu tanggapan yang bersifat menyemangati atas apa yang sedang terjadi atau sedang dihadapi. Artinya kondisi saat ini berlawanan dengan “tangguh”, atau kondisi saat ini (dapat) menggerogoti ketangguhan. Keadaan tidak tangguh atau ketangguhan yang tergerogoti ini lazimnya disebabkan oleh bencana atau kondisi tertentu lainnya yang melemahkan. “Jember Tangguh”, dengan demikian, adalah Faida-Vian bermaksud memulihkan kemampuan Jember untuk menghadapi bencana atau kondisi tertentu yang melemahkan. Bencana atau kondisi tertentu apa yang melemahkan atau memerlukan ketangguhan untuk menghadapinya?
Parafrase kedua “Keluar dari Pandemi dan Krisis” merepresentasikan bencana atau kondisi tertentu apa yang melemahkan atau memerlukan ketangguhan untuk menghadapinya. Pada saat ini, kita tahu, Jember – bahkan dunia – sedang dihantam oleh pandemi penularan covid-19 yang disebabkan oleh virus corona dan krisis sosial-ekonomi yang didampakan oleh pandemi tersebut. Visi yang mendeklarasikan tujuan spesifik semacam ini tidak lazim. Visi biasanya merupakan tujuan umum, cita-cita yang jauh di depan. Pendeklarasian visi sebagai tujuan spesifik untuk keluar dari pandemi dan krisis dapat dibaca sebagai suatu strategi komunikasi dengan cara menunjukan empati dan simpati pada apa yang dihadapi dan diderita oleh khalayak luas. Apakah strategi komunikasi dengan ikut merasakan penderitaan umum ini berbasis pada empati dan simpati nyata atau palsu? Untuk mengetahuinya tidak ada jalan lain kecuali dengan memeriksa misi yang merupakan upaya-upaya untuk mewujudkan visi.
Ada tiga misi yang dapat dikaitkan dengan “Keluar dari Pandemi dan Krisis”: misi “Jember Kota Sehat”, “Jember Kota Lapangan Kerja” dan “Jember Kota Ekonomi Rakyat”. Namun, ketiga misi tersebut masih bersifat umum, tidak dapat digunakan untuk menguji apakah empati dan simpati pada penderitaan umum sebagai ekspresi nyata atau palsu. Untuk itu kita harus memeriksa Janji Kerja yang dikelompokan berdasarkan misi-misi yang diemban oleh pasangan Faida-Vian. Celakanya, Janji Kerja dalam kelompok “Jember Kota Sehat” tidak ada satupun yang berkaitan dengan upaya untuk keluar dari pandemi covid-19. Dari 13 Janji Kerja kelompok “Jember Kota Sehat” tidak ada satupun yang mencerminkan upaya, jangankan upaya yang sungguh-sungguh, untuk keluar dari pandemi. Sebagai misal, janji untuk melakukan penanganan pandemi yang lebih terorganisir, terstruktur dan tersistemasi, bahkan, sebagai misal, janji praktis yang konkret untuk melakukan test usap (swab) masif dan agresif untuk masyarakat Jember tidak dinyatakan. Pada kelompok Janji dalam dua misi yang lain, yang dapat dikaitkan dengan krisis sosial-ekonomi juga tidak tampak keterkaitannya secara khusus dengan krisis yang didampakan oleh pandemi. Apa mau dikata, calon pemilih disodori cek kosong “Keluar dari Pandemi dan Krisis” oleh pasangan Faida-Vian.
Parafrase visi berikutnya, “Melanjutkan Perubahan” ini menarik. Diksi atau slogan “Perubahan” biasanya digunakan oleh calon penantang untuk menawarkan keluar dari status quo rezim sebelumnya yang diasumsikan buruk. Namun, secara cerdik pasangan Faida-Vian menambahkan diksi “Melanjutkan” sebelum diksi “Perubahan” untuk menegaskan status petahana pasangan tersebut. Dengan menambahkan diksi “Melanjutkan”, Faida-Vian mencitrakan bahwa rezim sebelumnya – yang notabene rezim Faida – telah melakukan perubahan tapi belum tuntas. “Melanjutkan Perubahan” selain dapat diasumsikan sebagai mengubah rezim sebelumnya yang buruk – tentu rezim sebelum rezim Faida – juga dapat menjadi basis alasan untuk pencalonan kembali petahana sebab perubahan di Jember belum selesai atau belum tuntas.
Secara substantif visi “Menuntaskan Perubahan” hampir tidak diekspresikan dalam misi-misi dan Janji Kerja Faida-Vian. Memang ada beberapa diksi dalam pernyataan Janji Kerja yang secara langsung dapat dihubungkan dengan parafrase visi tersebut: poin 1,4, dan 5 pada kluster “Jember Kota Ekonomi Rakyat”; poin 1, 4, dan 5 pada kluster “Jember Kota Layanan Publik”; poin 1 pada kluster “Jember Kota Tangguh Bencana dan Perubahan Iklim. Namun, rencana perubahan pasangan Faida-Vian tidak dapat diukur karena titik keberangkatan dan titik capaian tidak dipaparkan. Sebagai misal, Janji Kerja poin 4 kelompok “Jember Kota Layanan Publik” yang menyatakan “Menuntaskan agenda reformasi agraria dan konflik pertanahan”, tidak dapat diukur karena tidak diketahui sejauh mana agenda reformasi agraria dan konflik pertanahan sudah dilakukan Faida pada periode pertama ia menjabat Bupati. Apakah UUPA No.5 Th.1960 yang merupakan landasan hukum nasional untuk melaksanakan reformasi agraria dapat dilakukan di tingkat Pemerintahan Kabupaten? Konflik pertanahan mana saja yang sudah diselesaikan di periode pertama Faida jadi Bupati dan berapa konflik pertanahan yang akan diselesaikan?
Berangkat dari pasangan Faida-Vian yang menjadi calon independen, karenanya tidak direcoki partai-partai politik, adagium kakean sing masak roti dadi bantet mungkin cocok untuk menjadi semboyan pasangan tersebut. Namun, bila ditilik secara substantif dan prinsip keterhubungan antara Visi, Misi, dan Jani Kerja, tampaknya pasangan Faida-Vian lebih cocok dibilang blas gak ono sing masak roti pancet cuma terigu.
Banyak hal dalam visi misi pasangan Faida-Vian yang dapat dikritisi secara rinci. Namun, di sini kita hanya membahas yang dianggap pokok dalam penyusunan visi-misi. Masalah utama dalam penyusunan visi misi Faida-Vian adalah tingkat keterkaitan yang rendah antara visi sebagai tujuan umum atau cita-cita idiil dengan misi sebagai cara untuk mencapai visi. Janji Kerja sebagai penjabaran dari misi sebagian besarnya memang konkret, tapi tidak fundamental. Sementara, topik seni-budaya yang mempunyai nilai strategis secara sosial sama sekali diabaikan dalam visi-misi Faida-Vian. (*)
-------------------
Kacung Virtu* Seorang yang aktif puluhan tahun di dunia seni dan budaya, juga mantan wartawan. Kini sibuk menerjemahkan berbagai literatur budaya dan telah kerjasama dengan banyak penerbit di Jogja dan Jakarta.
Kami memberikan kesempatan kepada semua pihak untuk dapat menuliskan ide dan gagasanya dengan analisa yang dapat dipertanggung jawabkan, dengan tujuan menciptakan Jember lebih maju dan dewasa. Redaksi menerima tulisan berupa opini, artikel, cerpen, dll.
Kirim tulisan: redaksibedadung@gmail.com
#pilkadajember2020 #diskusivisimisi #diskusirakyat #pilkadaserentak2020